PEKALONGAN – ABUYA NAWADIR. Nama lengkapnya Abuya Nawadir adalah: Amat Ramdhon bin Abdullah bin Bakri bin Ibrahim bin Sholeh bin Abdurahman al- Misri bin Syaikh Abdul Karim Al Bantani.
Sebutan Abuya adalah panggilan bagi murid-muridnya yang bermakna bapak kami, sedangkan Nawadir diambil dari nama Ponpes dan majelisnya, yang bermakna langka,unik namun benar.
Abuya Nawadir, Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat beragama, karena nasab beliau masih garis lurus ke 7 dari Syaikh Abdul Karim Tanara al-Bantani, Mursyid utama Tareqat Qodiriyah wa Naqsabandiyah di Indonesia setelah sepeninggal gurunya Syaikh Ahmad Khatib Sambas.
Syaikh Abdul Karim Al Bantani adalah Trah Pangeran Sunyararas bin
Maulana Hasanudin Banten bin Syaikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Cirebon.
Abuya Nawadir
mengambil ijasah Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah dari pihak keluarga turun temurun. Meskipun ia juga berbaiat Tarekat Qodiriyah dengan KH. Khosim Cirebon dan baiat Tarekat Naqsabandiyah Haqqani dengan KH Taufiqurrahman Pekalongan, sedangkan mengambil baiat
Tarekag Sadziliyah dari Maulana Habib Lutfi bin Yahya Pekalongan dan terakhir ia dibaiat tarekat Idrisiyah oleh KH Thoifur Mawardi Purworejo.
Abuya Kiai Ramdhon pun tak pernah usai dalam hal mengaji, meski dirinya juga mengajar dan memangku ponpes serta majelis taklim, namun sebulan sekali masih tetap mengaji kepada ulama Kharismatik asal Purworejo yakni KH Thoifur Mawardi.
Ditemui awak media di Majelis Taklimnya yang berada di Perum Kwayangan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan-Jateng, ia mengaku, bahwa pihaknya sejak kecil mendapat pendidikan agama yang ketat dari keluarga yang bermadzhab Suni.
Banyak guru- guru beliau kalangan ulama fiqih, seperti KH Mudzakkir, Kiai Afandi Bakri, kemudian mengambil ilmu hadits dari KH Mudatsir, Kiai Ali Waryani dan bahasa arab kepada Kiai Was’an, juga berguru Usul Fiqih kepada Kiai Palil yang bermadzhab Hambali dan ngaji tafsir Al Qur’an dengan KH Ghofar Ismail Pekalongan. Sedangkan guru pembimbing ilmu Tasawuf sekaligus mursyidnya yakni Syaikh Fadlun ibn Abbas al-Banyurifi .
Rupanya dunia tasawuf membuatnya ia jatuh cinta dengan Allah, dan guru yang terakhir yang banyak mempengaruhi pemikirannya dan ia berkhidmad sampai wafatnya sang guru, Syaikh Fadlun Ibn Abbas al- Banyurifi,
Syaikh Fadlun banyak mewarnai dalam kehidupannya. Ia mulai mendalami tasawuf falsafi karya ibn Arabi dan al-jilli, yang karya masterpiece nya sampai saat ini menjadi panduan dalam pengajiannya yakni kitab Al insanul Kamil fi Ma’rifatul awa’il wal awakhir, disamping kitab-kitab tasawuf yang lain seperti al-Gunyah, Sirrul Asrar karya Syaikh Abdul Qodir Jaelani, Minhajul Abidin, bidayatul hidayah, risyalah laduniyah dan Kimia ia Sa’adah karya Imam Ghozali yang juga menjadi rujukannya.
Sementara kajian dalam tasawuf falsafi, mengacu kitab-kitabnya ibn Arabi seperti Fushus al-Hikam dan Futuhatul Makiyah dan kitab insanul kamil fi ma’rifatil awa’il wal awakhir serta al-Kahfu wa Raqim fi Sarah Bismillah, karya Syeh Abdul Karim bin Ibrahim al-Jilli dan yang lain.
Adapun dalam pengajian tafsir al-Quranul Karim menggunanakan tafsir Jalalain dan tafsir isyari Tafsir al-Quranul Karim karya Syaikh Muhyiddin Abu Bakr Muhammad bin Ali bin Muhammad ibn Arabi at-Tha’i al-Hatimi.
Abuya Nawadir, ketika ditinggal gurunya Syaikh Fadlun ibn Abbas, dia merasa kehilangan, kerinduan yang mendalam terhadap gurunya tak terbendungkan, sehingga ia melanjutkan studi formal di S2 Magister IAIN Walisongo Semarang mengambil konsentrasi etika tasawuf namun tidak tamat meskipun latar belakang pendidikan formalnya ia menamatkan S1 Pendidikan di Unnes, dan pendidikan non formal di Pondok Pesantren Al-Fadlu wal Fadilah asuhan KH Dimyati Rois.
Abuya Nawadir sempat menjadi Pegawai Pemerintah Daerah dan menjabat sebagai Kepala bidang Pendidikan non formal pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pekalongan (2011), namun karena dorongan yang kuat untuk menerapkan keilmuannya di bidang tasawuf, akhirnya ia memilih pensiun dini dan mendirikan Majelis Taklim dan yang beralamat di jalan Dewa Ruci No:01. RT:02/ RW:03 Perum Kwayangan, desa Kwayangan Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah.
Kegiatan rutin di majelis taklim setiap malam Rabu : Pengajian khusus kajian tauhid dan setiap malam Jumat “tabarukan” pembacaan manaqib Syaikh Abdul Qodir Jaelani serta setiap malam Senin mujahadah. (red)